Wednesday 16 December 2009

Bedanya Bosan Dan Malas

"Waspadalah jika Anda mudah jenuh atau gampang bosan! Bakat leadership Anda mungkin cukup tinggi."

Semalam, setelah menyiapkan materi leadership "Tranforming Leaders" untuk para anggota dewan, saya merenungi sesuatu. Sesuatu yang benar-benar menarik karena menciptakan sebuah cara pandang baru. Cara pandang yang menurut saya lebih empowering alias memberdayakan. Cara pandang yang bisa merubah paradigma kita selama ini tentang rasa bosan. Saya lalu mengupdate status dengan ungkapan sebagaimana paragraf pertama di atas.

John Adair, dalam salah satu buku leadershipnya, mengungkapkan bahwa salah satu karakteristik seorang leader yang ideal dan terus tumbuh, adalah memiliki kualitas toughness atau keras hati (dan mungkin juga keras kepala) yang sehat. Para leader dengan kualitas pribadi yang demikian, adalah mereka yang demanding alias penuntut, dan pada saat yang sama sering merasa tidak nyaman di dalam lingkungannya.

Ya, tidak nyaman alias bosenan!

Rasa tidak nyaman itu muncul karena standar tinggi yang mereka ciptakan sendiri. Segala hal di sekitar mereka, cenderung lebih cepat menjadi membosankan karena di mata mereka semua itu segera menjadi di bawah standar.

Rasa tidak nyaman inilah yang seringkali menciptakan fenomena "out of the box", "terobosan", "breakthrough", "kreatifitas", "trend", dan sebagainya. Dengan kata lain, kebosanan yang dikontrol dengan baik dan terarah sangat mungkin akan menciptakan fenomena kebangkitan atau terobosan.

Maka, jika Anda mulai merasa bosan dengan pekerjaan, profesi, atau bisnis Anda saat ini, waspadalah! Anda mungkin punya bakat leadership yang tinggi. Jika Anda bisa mengontrol, menginvestigasi, dan mengelola kebosanan dengan baik dan terarah, sangat mungkin rasa bosan Anda itu, yang selama ini adalah "kendala" dan "masalah", akan berbalik 180 derajat menjadi "peluang" dan "tantangan".

Agar kita bisa melakukan pergeseran "paradigma kebosanan" darimasalah dan kendala, menjadi dan peluangtantangan, maka poin-poin berikut ini layak Anda pertimbangkan.

1. Segala sesuatu tidak diciptakan dengan sia-sia. Segala sesuatu punya makna untuk memantaskan dan membesarkan Anda.

2. Rasa bosan harus dibedakan dari rasa malas.

3. Kemampuan membedakan bosan dari malas, bisa berarti perbedaan besar dalam hidup Anda, saat ini dan di masa depan.

BOSAN

Jika Anda merasa bosan, Anda cenderung meninggalkan yang ada dan mencari yang baru. Anda cenderung melupakan yang di tangan dan mulai mencari dunia luar. Jika Anda bosan, apa yang ada mulai terasa tidak nyaman, dan kemudian Anda mulai mencari-cari alternatif. Anda bosan jika Anda merasakan sesuatu yang monoton dan begitu-begitu saja.

Anda harus memastikan, apakah Anda benar-benar merasa bosan atau hanya merasa malas. Anda harus melakukan uji kriteria.

Yang berikut ini adalah pertanyaan yang merupakan turunan dari konsep John Adair, tentang elemen mutlak di dalam leadership, yaitu The Leader, The Situation, The Team.

"Apa yang sebenarnya saya inginkan?"
"Apa yang bisa saya lakukan sekarang?"
"Siapa yang bisa membantu saya?"

The Team - Pertanyaan terakhir itu krusial, sebab ciri dari seorang leader adalah kemampuannya untuk mendapatkan pengikut dan pendukung.

The Situation - Pertanyaan yang di tengah juga krusial, sebab memulai segala bentuk transformasi harus dimulai dari diri sendiri.

The Leader - This is You - Pertanyaan pertama paling krusial, sebab itu adalah tentang kejelasan visi alias vision clarity. Paling krusial karena secara langsung mengacu kepada eksistensi dan tujuan keberadaan diri.

Jika jawaban yang Anda peroleh dari ketiga pertanyaan itu, ternyata masih terkait sangat erat dengan segala hal yang melekat pada diri Anda saat ini, yaitu pekerjaan Anda, profesi Anda, karir Anda, bisnis Anda, lingkungan dan organisasi Anda, maka bisa jadi; Anda cuma malas!

Jika Anda yakin bahwa jawaban Anda memang mengacu kepada berbagai hal baru dan berada di luar sana, maka sangat mungkin Anda perlu menetapkan ulang visi dan misi Anda.

Bosan adalah tentang kejelasan visi, tentang keyakinan dan tentang keterikatan Anda pada visi itu.

Bosan adalah tentang WHAT.

MALAS

Secara sederhana, fenomena kemalasan bisa dideskripsikan begini.

Anda tahu bahwa itu baik, pantas, dan layak untuk Anda. Anda berhak, Anda sebenarnya menginginkannya, dan Anda sebenarnya tahu bahwa Anda memang bisa mendapatkannya.

Anda hanya sedang terkooptasi oleh keadaan temporer. Anda hanya sedang kebingungan dalam memilih cara untuk menuju ke sana. Dalam konteks ini, Anda hanya perlu berfokus untuk kreatif dalam menjawab pertanyaan yang di tengah.

"Apa yang sekarang bisa saya sikapi, putuskan, dan lakukan tentang semua ini?"

Malas adalah tentang motivasi.

Malas adalah tentang HOW.

Waspadalah dalam mengindentifikasi perasaan Anda.

Bosan adalah tentang vision clarity, malas adalah tentang motivasi.
Bosan adalah tentang WHAT, malas adalah tentang HOW.

Salam sukses,


Junaedi


Sumber: Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
http://www.motivasi -komunikasi- leadership. co.cc


Bedanya Bosan Dan Malas

"Waspadalah jika Anda mudah jenuh atau gampang bosan! Bakat leadership Anda mungkin cukup tinggi."

Semalam, setelah menyiapkan materi leadership "Tranforming Leaders" untuk para anggota dewan, saya merenungi sesuatu. Sesuatu yang benar-benar menarik karena menciptakan sebuah cara pandang baru. Cara pandang yang menurut saya lebih empowering alias memberdayakan. Cara pandang yang bisa merubah paradigma kita selama ini tentang rasa bosan. Saya lalu mengupdate status dengan ungkapan sebagaimana paragraf pertama di atas.

John Adair, dalam salah satu buku leadershipnya, mengungkapkan bahwa salah satu karakteristik seorang leader yang ideal dan terus tumbuh, adalah memiliki kualitas toughness atau keras hati (dan mungkin juga keras kepala) yang sehat. Para leader dengan kualitas pribadi yang demikian, adalah mereka yang demanding alias penuntut, dan pada saat yang sama sering merasa tidak nyaman di dalam lingkungannya.

Ya, tidak nyaman alias bosenan!

Rasa tidak nyaman itu muncul karena standar tinggi yang mereka ciptakan sendiri. Segala hal di sekitar mereka, cenderung lebih cepat menjadi membosankan karena di mata mereka semua itu segera menjadi di bawah standar.

Rasa tidak nyaman inilah yang seringkali menciptakan fenomena "out of the box", "terobosan", "breakthrough", "kreatifitas", "trend", dan sebagainya. Dengan kata lain, kebosanan yang dikontrol dengan baik dan terarah sangat mungkin akan menciptakan fenomena kebangkitan atau terobosan.

Maka, jika Anda mulai merasa bosan dengan pekerjaan, profesi, atau bisnis Anda saat ini, waspadalah! Anda mungkin punya bakat leadership yang tinggi. Jika Anda bisa mengontrol, menginvestigasi, dan mengelola kebosanan dengan baik dan terarah, sangat mungkin rasa bosan Anda itu, yang selama ini adalah "kendala" dan "masalah", akan berbalik 180 derajat menjadi "peluang" dan "tantangan".

Agar kita bisa melakukan pergeseran "paradigma kebosanan" darimasalah dan kendala, menjadi dan peluangtantangan, maka poin-poin berikut ini layak Anda pertimbangkan.

1. Segala sesuatu tidak diciptakan dengan sia-sia. Segala sesuatu punya makna untuk memantaskan dan membesarkan Anda.

2. Rasa bosan harus dibedakan dari rasa malas.

3. Kemampuan membedakan bosan dari malas, bisa berarti perbedaan besar dalam hidup Anda, saat ini dan di masa depan.

BOSAN

Jika Anda merasa bosan, Anda cenderung meninggalkan yang ada dan mencari yang baru. Anda cenderung melupakan yang di tangan dan mulai mencari dunia luar. Jika Anda bosan, apa yang ada mulai terasa tidak nyaman, dan kemudian Anda mulai mencari-cari alternatif. Anda bosan jika Anda merasakan sesuatu yang monoton dan begitu-begitu saja.

Anda harus memastikan, apakah Anda benar-benar merasa bosan atau hanya merasa malas. Anda harus melakukan uji kriteria.

Yang berikut ini adalah pertanyaan yang merupakan turunan dari konsep John Adair, tentang elemen mutlak di dalam leadership, yaitu The Leader, The Situation, The Team.

"Apa yang sebenarnya saya inginkan?"
"Apa yang bisa saya lakukan sekarang?"
"Siapa yang bisa membantu saya?"

The Team - Pertanyaan terakhir itu krusial, sebab ciri dari seorang leader adalah kemampuannya untuk mendapatkan pengikut dan pendukung.

The Situation - Pertanyaan yang di tengah juga krusial, sebab memulai segala bentuk transformasi harus dimulai dari diri sendiri.

The Leader - This is You - Pertanyaan pertama paling krusial, sebab itu adalah tentang kejelasan visi alias vision clarity. Paling krusial karena secara langsung mengacu kepada eksistensi dan tujuan keberadaan diri.

Jika jawaban yang Anda peroleh dari ketiga pertanyaan itu, ternyata masih terkait sangat erat dengan segala hal yang melekat pada diri Anda saat ini, yaitu pekerjaan Anda, profesi Anda, karir Anda, bisnis Anda, lingkungan dan organisasi Anda, maka bisa jadi; Anda cuma malas!

Jika Anda yakin bahwa jawaban Anda memang mengacu kepada berbagai hal baru dan berada di luar sana, maka sangat mungkin Anda perlu menetapkan ulang visi dan misi Anda.

Bosan adalah tentang kejelasan visi, tentang keyakinan dan tentang keterikatan Anda pada visi itu.

Bosan adalah tentang WHAT.

MALAS

Secara sederhana, fenomena kemalasan bisa dideskripsikan begini.

Anda tahu bahwa itu baik, pantas, dan layak untuk Anda. Anda berhak, Anda sebenarnya menginginkannya, dan Anda sebenarnya tahu bahwa Anda memang bisa mendapatkannya.

Anda hanya sedang terkooptasi oleh keadaan temporer. Anda hanya sedang kebingungan dalam memilih cara untuk menuju ke sana. Dalam konteks ini, Anda hanya perlu berfokus untuk kreatif dalam menjawab pertanyaan yang di tengah.

"Apa yang sekarang bisa saya sikapi, putuskan, dan lakukan tentang semua ini?"

Malas adalah tentang motivasi.

Malas adalah tentang HOW.

Waspadalah dalam mengindentifikasi perasaan Anda.

Bosan adalah tentang vision clarity, malas adalah tentang motivasi.
Bosan adalah tentang WHAT, malas adalah tentang HOW.

Salam sukses,


Junaedi


Sumber: Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
http://www.motivasi -komunikasi- leadership. co.cc


Thursday 3 December 2009

Mengelola Masalah

"Makin besar masalah yang Anda hadapi, makin besar peluang yang Anda miliki."
Matthias Schmelz - Penulis buku termahal di dunia, di Amazon bukunya (450 halaman) dijual seharga $995.

Di dalam kata "problem" ada suku kata "pro". Dalam bahasa latin, "pro" berarti "positif" atau "berpihak". Jika kita punya masalah, maka ia sebenarnya positif dan berpihak kepada kita. Ingatlah lagi berbagai masalah dan persoalan yang berhasil kita selesaikan, pasti selalu berdampak positif dan makin membesarkan kita.

Apa yang sering terjadi, adalah sikap otomatis kita yang cenderung menjadikan masalah atau problem sebagai sesuatu yang "kontra" terhadap diri kita sendiri. Maka menghadapi masalah, sebenarnya adalah tentang bagaimana menjadikannya sebagai sekutu yang makin menguatkan kita.

Untuk bisa menyelesaikan masalah, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah merubah proses berpikir dan berpersepsi. Sebab, inti setiap masalah adalah tentang cara berpikir dan cara memandang. Kemudian, cara berpikir dan cara memandang itulah yang akan membentuk cara kita membangun perasaan. Artinya, perasaan tidak datang dan diterpakan begitu saja kepada kita. Ia adalah sesuatu yang kita bangun sendiri. Di sinilah letaknya, apa yang sesungguhnya menjadi persoalan kita.

Jika kita bisa merubah proses berpikir dan bercara pandang, dan kemudian kita bisa membangun perasaan yang lebih berpihak atau "pro" kepada diri sendiri, maka kita akan menjadi lebih kreatif. Dan kreatifitas, akan bermuara pada berbagai pilihan. Dan kekayaan pilihan, adalah peluang untuk berbagai keputusan dan tindakan yang akan menciptakan solusi.

== ALBERT EINSTEIN ==
Fisikawan, Outstanding Problem Solver.

Albert Einstein pernah mengatakan bahwa jika dia diberi waktu satu jam untuk menyelesaikan suatu masalah, maka ia akan menggunakan 55 menit untuk mendefinisikan masalah dan 5 menit untuk menemukan solusi.

Cara problem solving a la Einstein telah terbukti juga ampuh untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan pada umumnya. Einstein mengungkapkan sembilan langkah penting yang perlu ditempuh untuk menyelesaikan masalah.

1. Rephrase the problem

Ketika seorang eksekutif di Toyota bertanya kepada para karyawan, "bagaimanakah caranya menaikkan produktifitas kalian?", maka respon yang diperoleh adalah wajah-wajah bengong. Kemudian, eksekutif itu merubah pertanyaannya menjadi, "bagaimanakah caranya agar pekerjaan kalian menjadi lebih mudah?" Kita tahu, sisanya adalah sejarah besar Toyota.

Me-rephrase persoalan akan membuat pola berpikir menjadi lebih akurat dan berdayaguna.

2. Expose and challenge assumptions

Setiap persoalan, selalu dilatarbelakangi oleh setumpuk asumsi. Asumsi-asumsi itu, bisa jadi tidak akurat atau mengakibatkan bias. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuatnya eksplisit, dan kemudian mengujinya dengan berbagai pertanyaan yang menantang.

"Benarkah bahwa...?"

Menguji asumsi akan membuat pola berpikir menjadi lebih jernih dan terarah.

3. Chunk up

Setiap persoalan, adalah bagian dari persoalan yang lebih besar. Maka, apa yang perlu dilakukan adalah menelusuri persoalan ke atas, sehingga bisa diketahui dengan jelas bagaimana dan seberapa besar pengaruhnya pada berbagai target yang lebih besar.

"Bagian dari persoalan apakah, persoalan yang satu ini?"

Chunking up akan membuat persoalan menjadi jelas duduk perkaranya.

4. Chunk down

Setiap persoalan, terdiri dari berbagai persoalan yang lebih kecil. Maka, apa yang perlu dilakukan adalah menelusuri persoalan ke bawah, sehingga bisa diketahui dengan jelas detil-detil dari persoalan.

"Persoalan-persoalan apa yang membangun persoalan yang satu ini?"

Chunking down akan membuat persoalan menjadi lebih spesifik dan pada saat yang sama akan membuat diri kita bisa merasa lebih besar dari persoalan.

5. Find multiple perspectives

Setiap persoalan, terkait dengan berbagai sudut pandang berbagai pihak. Persoalan dan penyelesaiannya, akan berpengaruh terhadap hubungan-hubungan dengan berbagai pihak ini. Dalam NLP, cara ini erat hubungannya dengan konsep ekologis.

"Bagaimanakah persoalan ini dari sudut atau dari kacamata...?"

Mengambil multi persepsi akan membuat persoalan menjadi lebih terfokus dan pada saat yang sama akan sangat membantu agar berbagai kemungkinan solusi tidak berdampak menciptakan persoalan baru atau memperberat suatu persoalan yang lain.

6. Use effective language constructs

Aspek pilihan bahasa dan kata-kata sangat berpengaruh terhadap bagaimana suatu persoalan akan ditindaklanjuti dan dikelola. Lebih jauh lagi, aspek bahasa dan kata-kata sangat berpengaruh pada tinggi rendahnya tingkat stamina kita dalam menindaklanjuti dan mengelola persoalan.

"Besar atau hanya sering?"

7. Make it engaging

Buatlah persoalan menjadi menarik, karena kita akan menghabiskan sejumlah energi dan waktu dalam menghadapi persoalan. Jika persoalan menarik, maka energi dan waktu yang digunakan akan tergantikan dengan efisien dan menguatkan.

"Persoalan, atau tantangan?"

8. Reverse the problem

Salah satu trik untuk keluar dari persoalan dengan segera, adalah dengan menjungkirbalikkan persoalan.

Jika kita ingin menang, cari tahu apa yang akan membuat kita kalah. Jika kita ingin besar, temukan apa yang membuat kita kecil. Jika kita ingin berhasil, selidiki apa yang akan membuat kita gagal.

9. Kumpulkan fakta-fakta

Persoalan harus jelas dan detil. Jangan sampai, sesuatu yang bukan persoalan malah kita anggap persoalan, atau suatu persoalan muncul dengan kabur dan samar-samar.

== MATTHIAS SCHMELZ ==
Penulis buku termahal di dunia, "The Millionaire Maker".

Proses berpikir, cara pandang, perasaan, dan kreatifitas, selalu berhubungan dengan berbagai makna. Dan makna, selalu lekat dengan kata-kata dan bahasa.

Kata-kata memiliki kekuatan, sebab pikiran kita bekerja dengan bahasa. Jika kita ingin merubah proses berpikir dan berpersepsi, kita bisa memulainya dengan mengubah kata-kata yang kita gunakan. Mulailah dengan memaknai ulang kata "masalah", "persoalan", dan "problema". Kita perlu melakukan ini sesegera mungkin saat kita merasa ketiga hal itu datang.

Pilihan 1 - "Situasi"

Jika kita memaknainya sebagai situasi, maka hal ini akan membuat kita lebih tenang. Sebab, apa yang disebut dengan situasi bersifat netral, dan dia tidak hanya terekspos kepada diri kita secara pribadi, melainkan "sedang terjadi" pada dunia yang kita hidup di dalamnya. Entah apakah situasi itu baik atau buruk, setiap situasi punya karakter khas, yaitu bisa dianalisis.

Dalam kacamata ini, masalah, persoalan, dan problema, adalah "obyek pembelajaran". Dan belajar, tidak pernah merugikan.

Pilihan 2 - "Tantangan"

Jika kita memaknainya sebagai tantangan, maka hal ini akan memicu ambisi kita untuk dua hal sekaligus, yaitu menerima dan menuntaskan. Rata-rata kita menyukai tantangan. Hidup kita cenderung membosankan tanpa tantangan.

Dalam kacamata ini, masalah, persoalan, dan problema, adalah sesuatu yang membuat "hidup menjadi lebih hidup".

Pilihan 3 - "Kesempatan"

Jika kita memaknainya sebagai kesempatan, maka hal ini akan merubah sikap dan pendekatan kita. Jika kita benar-benar bisa memaknainya, maka kita tidak memilih kalimat, "Kok bisa sih, gue ngalamin yang beginian?" melainkan, "Apa yang bisa aq lakukan untuk keluar dari hal ini?" atau, "Apa dari hal ini yang akan menguntungkan saya?"

Pilihan 4 - "Kesenjangan Keputusan"

Jika kita memaknainya sebagai kesenjangan keputusan, maka hal ini akan langsung mendorong kita untuk menuju solusi. Dengan dorongan ini, kita tidak lagi berputar-putar di sekitar persoalan dan terlalu lama berkutat dengannya, melainkan mulai memikirkan berbagai keputusan yang harus kita ambil sebagai penyelesaian.

Kabar baiknya, berbagai persoalan, biasanya hanyalah tentang kesenjangan keputusan. Nyaris setiap persoalan bisa diselesaikan dengan mengambil keputusan.

== STEVEN GILLMAN ==
Brain Power Enhancer.

Teknik Un-Bonding - "Bagaimana jika...?"

Setiap persoalan melekat pada suatu pihak. Persoalan kita melekat pada diri kita. Persoalan juga bisa melekat pada sesuatu yang tidak bermasalah. Untuk bisa menghadapi persoalan, kita harus bisa memisahkan persoalan atau mengisolirnya dari berbagai hal yang tidak relevan. Salah satu caranya adalah dengan membuat persoalan menjadi "semakin berat".

Kita menjalankan bisnis di rumah. Kemudian muncul persoalan, yaitu bahwa kita menganggap rumah kita sudah mulai sumpek.

"Bagaimana jika... rumah ini lebih kecil lagi?"
"Apa yang bisa kita lakukan?"

Menjawab pertanyaan di atas, akan cenderung mendorong kitamemisahkan bisnis kita dari rumah kita. Kita bisa berpikir untuk menempatkan bisnis kita di salah satu pojok rumah kita.

Jika kita melupakan pertanyaan ini, apa yang kita anggap solusi mungkin saja adalah membesarkan rumah atau menyewa ruangan kantor di luar rumah. Untuk bisnis kita itu adalah solusi, tapi bisa memunculkan persoalan baru, yaitu biaya.

== MINDTOOLS ==
Career Skills Expert.

Teknik Mencecar - "Mengapa...?"

"Mengapa pelanggan kita, Tuan A tidak puas?"
Sebab kita tidak melayaninya sebagaimana yang kita janjikan.

"Mengapa kita tidak melayaninya sebagaimana yang kita janjikan?"
Sebab kita terlalu sibuk dengan pelanggan lain dan berbagai pekerjaan.

"Mengapa kita terlalu sibuk dengan pelanggan lain dan berbagai pekerjaan?"
Sebab kita tidak pernah mengira pelanggan menjadi begitu banyak dan pekerjaan menumpuk dalam waktu singkat.

"Mengapa sampai kita tidak bisa memproyeksikan hal ini?"
Sebab kita selalu sibuk mengejar penjualan.

"Mengapa penjualan kita menjadi sesuatu yang harus dikejar?"
Sebab kita butuh cash flow yang terjamin.

Oh begitu. Kita perlu berhemat lebih jauh lagi, agar cash flow tetap terjamin dan kita bisa menyisihkan sebagian darinya untuk membiayai karyawan kita mengikuti pelatihan "service excellence" bersama Pak Sopa, sehingga walaupun sibuk berjualan mereka tetap bisa melayani pelanggan dengan baik. Nanti saya minta beliau mengisi pelatihan di luar jam kerja. ;)

Teknik Apresiasi - "Terus kenapa kalo gitu...?"

Teknik ini biasa digunakan di dunia militer. Tujuannya adalah memperkaya informasi terkait dengan fakta-fakta masalah. Teknik ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan "Terus kenapa kalo gitu...?" secara bertubi-tubi.

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Ya...

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Ya... terus ...

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Terus...

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Jadinya...

Pertanyaan yang bertubi-tubi dan diajukan dengan kepala dingin, akan membuat persoalan menjadi semakin jelas arah dan juntrungannya. Semakin pasti dampak dan akibatnya. Semakin kuat pengaruh dan perannya.

== CHUCK GALLOZZI ==
Personal Development Expert, Motivator.

Jika kita menghadapi masalah, sebenarnya kita sedang memiliki "sesuatu yang perlu berubah".

Langkah 1 - Menjawab Masalah

"Apa yang saya inginkan sekarang?"

Pertanyaan ini terdiri dari sub-sub pertanyaan;

"Apa yang saya ingin miliki?"
"Ingin menjadi manusia yang bagaimanakah saya ini?"
"Apa yang akan saya lakukan dalam posisi itu?"
"Apa yang saya akan bagi bersama orang lain?"

Menjawab pertanyaan ini adalah tentang tujuan, arah, orientasi, makna hidup, dan alasan keberadaan diri.

Langkah 2 - Merespon Masalah

"Apa yang menghalangi saya dari mendapatkannya?"
"Apa yang akan saya lakukan tentang itu?"

Menjawab pertanyaan yang pertama adalah sebuah pengakuan tentang keberadaan masalah. Tindak lanjut dari jawabannya adalah persiapan-persiapan. Menjawab pertanyaan berikutnya adalah memproduksi peta jalan (roadmap) dan rencana tindakan (action plan).

Langkah kedua ini adalah tahap pertama menuju solusi. Tahap pertama menuju solusi selalu merupakan tahap yang diwarnai dengan berbagai keragu-raguan. Ketahuilah bahwa fenomena ini adalah normal. Kuncinya adalah berani dan percaya diri.

Langkah 3 - Implementasi

Lakukan apa yang telah menjadi rencana tindakan.

Langkah 4 - Maintenance

Lakukan monitor untuk progres dan kemajuan, dan lakukan langkah perbaikan jika dipandang perlu.

Langkah 5 - Relapse

Kita mungkin tidak langsung berhasil. Maka yang perlu kita lakukan adalah mengulangi kembali langkah 1 sampai langkah 5. Lagi... lagi... dan lagi.

"Gagal hanya ada jika kita berhenti."

Semoga bermanfaat.

Junaedi

Sumber: Master Trainer E.D.A.N.
http://www.motivasi -komunikasi- leadership. co.cc
http://www.facebook .com/motivasi

Mengelola Masalah

"Makin besar masalah yang Anda hadapi, makin besar peluang yang Anda miliki."
Matthias Schmelz - Penulis buku termahal di dunia, di Amazon bukunya (450 halaman) dijual seharga $995.

Di dalam kata "problem" ada suku kata "pro". Dalam bahasa latin, "pro" berarti "positif" atau "berpihak". Jika kita punya masalah, maka ia sebenarnya positif dan berpihak kepada kita. Ingatlah lagi berbagai masalah dan persoalan yang berhasil kita selesaikan, pasti selalu berdampak positif dan makin membesarkan kita.

Apa yang sering terjadi, adalah sikap otomatis kita yang cenderung menjadikan masalah atau problem sebagai sesuatu yang "kontra" terhadap diri kita sendiri. Maka menghadapi masalah, sebenarnya adalah tentang bagaimana menjadikannya sebagai sekutu yang makin menguatkan kita.

Untuk bisa menyelesaikan masalah, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah merubah proses berpikir dan berpersepsi. Sebab, inti setiap masalah adalah tentang cara berpikir dan cara memandang. Kemudian, cara berpikir dan cara memandang itulah yang akan membentuk cara kita membangun perasaan. Artinya, perasaan tidak datang dan diterpakan begitu saja kepada kita. Ia adalah sesuatu yang kita bangun sendiri. Di sinilah letaknya, apa yang sesungguhnya menjadi persoalan kita.

Jika kita bisa merubah proses berpikir dan bercara pandang, dan kemudian kita bisa membangun perasaan yang lebih berpihak atau "pro" kepada diri sendiri, maka kita akan menjadi lebih kreatif. Dan kreatifitas, akan bermuara pada berbagai pilihan. Dan kekayaan pilihan, adalah peluang untuk berbagai keputusan dan tindakan yang akan menciptakan solusi.

== ALBERT EINSTEIN ==
Fisikawan, Outstanding Problem Solver.

Albert Einstein pernah mengatakan bahwa jika dia diberi waktu satu jam untuk menyelesaikan suatu masalah, maka ia akan menggunakan 55 menit untuk mendefinisikan masalah dan 5 menit untuk menemukan solusi.

Cara problem solving a la Einstein telah terbukti juga ampuh untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan pada umumnya. Einstein mengungkapkan sembilan langkah penting yang perlu ditempuh untuk menyelesaikan masalah.

1. Rephrase the problem

Ketika seorang eksekutif di Toyota bertanya kepada para karyawan, "bagaimanakah caranya menaikkan produktifitas kalian?", maka respon yang diperoleh adalah wajah-wajah bengong. Kemudian, eksekutif itu merubah pertanyaannya menjadi, "bagaimanakah caranya agar pekerjaan kalian menjadi lebih mudah?" Kita tahu, sisanya adalah sejarah besar Toyota.

Me-rephrase persoalan akan membuat pola berpikir menjadi lebih akurat dan berdayaguna.

2. Expose and challenge assumptions

Setiap persoalan, selalu dilatarbelakangi oleh setumpuk asumsi. Asumsi-asumsi itu, bisa jadi tidak akurat atau mengakibatkan bias. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuatnya eksplisit, dan kemudian mengujinya dengan berbagai pertanyaan yang menantang.

"Benarkah bahwa...?"

Menguji asumsi akan membuat pola berpikir menjadi lebih jernih dan terarah.

3. Chunk up

Setiap persoalan, adalah bagian dari persoalan yang lebih besar. Maka, apa yang perlu dilakukan adalah menelusuri persoalan ke atas, sehingga bisa diketahui dengan jelas bagaimana dan seberapa besar pengaruhnya pada berbagai target yang lebih besar.

"Bagian dari persoalan apakah, persoalan yang satu ini?"

Chunking up akan membuat persoalan menjadi jelas duduk perkaranya.

4. Chunk down

Setiap persoalan, terdiri dari berbagai persoalan yang lebih kecil. Maka, apa yang perlu dilakukan adalah menelusuri persoalan ke bawah, sehingga bisa diketahui dengan jelas detil-detil dari persoalan.

"Persoalan-persoalan apa yang membangun persoalan yang satu ini?"

Chunking down akan membuat persoalan menjadi lebih spesifik dan pada saat yang sama akan membuat diri kita bisa merasa lebih besar dari persoalan.

5. Find multiple perspectives

Setiap persoalan, terkait dengan berbagai sudut pandang berbagai pihak. Persoalan dan penyelesaiannya, akan berpengaruh terhadap hubungan-hubungan dengan berbagai pihak ini. Dalam NLP, cara ini erat hubungannya dengan konsep ekologis.

"Bagaimanakah persoalan ini dari sudut atau dari kacamata...?"

Mengambil multi persepsi akan membuat persoalan menjadi lebih terfokus dan pada saat yang sama akan sangat membantu agar berbagai kemungkinan solusi tidak berdampak menciptakan persoalan baru atau memperberat suatu persoalan yang lain.

6. Use effective language constructs

Aspek pilihan bahasa dan kata-kata sangat berpengaruh terhadap bagaimana suatu persoalan akan ditindaklanjuti dan dikelola. Lebih jauh lagi, aspek bahasa dan kata-kata sangat berpengaruh pada tinggi rendahnya tingkat stamina kita dalam menindaklanjuti dan mengelola persoalan.

"Besar atau hanya sering?"

7. Make it engaging

Buatlah persoalan menjadi menarik, karena kita akan menghabiskan sejumlah energi dan waktu dalam menghadapi persoalan. Jika persoalan menarik, maka energi dan waktu yang digunakan akan tergantikan dengan efisien dan menguatkan.

"Persoalan, atau tantangan?"

8. Reverse the problem

Salah satu trik untuk keluar dari persoalan dengan segera, adalah dengan menjungkirbalikkan persoalan.

Jika kita ingin menang, cari tahu apa yang akan membuat kita kalah. Jika kita ingin besar, temukan apa yang membuat kita kecil. Jika kita ingin berhasil, selidiki apa yang akan membuat kita gagal.

9. Kumpulkan fakta-fakta

Persoalan harus jelas dan detil. Jangan sampai, sesuatu yang bukan persoalan malah kita anggap persoalan, atau suatu persoalan muncul dengan kabur dan samar-samar.

== MATTHIAS SCHMELZ ==
Penulis buku termahal di dunia, "The Millionaire Maker".

Proses berpikir, cara pandang, perasaan, dan kreatifitas, selalu berhubungan dengan berbagai makna. Dan makna, selalu lekat dengan kata-kata dan bahasa.

Kata-kata memiliki kekuatan, sebab pikiran kita bekerja dengan bahasa. Jika kita ingin merubah proses berpikir dan berpersepsi, kita bisa memulainya dengan mengubah kata-kata yang kita gunakan. Mulailah dengan memaknai ulang kata "masalah", "persoalan", dan "problema". Kita perlu melakukan ini sesegera mungkin saat kita merasa ketiga hal itu datang.

Pilihan 1 - "Situasi"

Jika kita memaknainya sebagai situasi, maka hal ini akan membuat kita lebih tenang. Sebab, apa yang disebut dengan situasi bersifat netral, dan dia tidak hanya terekspos kepada diri kita secara pribadi, melainkan "sedang terjadi" pada dunia yang kita hidup di dalamnya. Entah apakah situasi itu baik atau buruk, setiap situasi punya karakter khas, yaitu bisa dianalisis.

Dalam kacamata ini, masalah, persoalan, dan problema, adalah "obyek pembelajaran". Dan belajar, tidak pernah merugikan.

Pilihan 2 - "Tantangan"

Jika kita memaknainya sebagai tantangan, maka hal ini akan memicu ambisi kita untuk dua hal sekaligus, yaitu menerima dan menuntaskan. Rata-rata kita menyukai tantangan. Hidup kita cenderung membosankan tanpa tantangan.

Dalam kacamata ini, masalah, persoalan, dan problema, adalah sesuatu yang membuat "hidup menjadi lebih hidup".

Pilihan 3 - "Kesempatan"

Jika kita memaknainya sebagai kesempatan, maka hal ini akan merubah sikap dan pendekatan kita. Jika kita benar-benar bisa memaknainya, maka kita tidak memilih kalimat, "Kok bisa sih, gue ngalamin yang beginian?" melainkan, "Apa yang bisa aq lakukan untuk keluar dari hal ini?" atau, "Apa dari hal ini yang akan menguntungkan saya?"

Pilihan 4 - "Kesenjangan Keputusan"

Jika kita memaknainya sebagai kesenjangan keputusan, maka hal ini akan langsung mendorong kita untuk menuju solusi. Dengan dorongan ini, kita tidak lagi berputar-putar di sekitar persoalan dan terlalu lama berkutat dengannya, melainkan mulai memikirkan berbagai keputusan yang harus kita ambil sebagai penyelesaian.

Kabar baiknya, berbagai persoalan, biasanya hanyalah tentang kesenjangan keputusan. Nyaris setiap persoalan bisa diselesaikan dengan mengambil keputusan.

== STEVEN GILLMAN ==
Brain Power Enhancer.

Teknik Un-Bonding - "Bagaimana jika...?"

Setiap persoalan melekat pada suatu pihak. Persoalan kita melekat pada diri kita. Persoalan juga bisa melekat pada sesuatu yang tidak bermasalah. Untuk bisa menghadapi persoalan, kita harus bisa memisahkan persoalan atau mengisolirnya dari berbagai hal yang tidak relevan. Salah satu caranya adalah dengan membuat persoalan menjadi "semakin berat".

Kita menjalankan bisnis di rumah. Kemudian muncul persoalan, yaitu bahwa kita menganggap rumah kita sudah mulai sumpek.

"Bagaimana jika... rumah ini lebih kecil lagi?"
"Apa yang bisa kita lakukan?"

Menjawab pertanyaan di atas, akan cenderung mendorong kitamemisahkan bisnis kita dari rumah kita. Kita bisa berpikir untuk menempatkan bisnis kita di salah satu pojok rumah kita.

Jika kita melupakan pertanyaan ini, apa yang kita anggap solusi mungkin saja adalah membesarkan rumah atau menyewa ruangan kantor di luar rumah. Untuk bisnis kita itu adalah solusi, tapi bisa memunculkan persoalan baru, yaitu biaya.

== MINDTOOLS ==
Career Skills Expert.

Teknik Mencecar - "Mengapa...?"

"Mengapa pelanggan kita, Tuan A tidak puas?"
Sebab kita tidak melayaninya sebagaimana yang kita janjikan.

"Mengapa kita tidak melayaninya sebagaimana yang kita janjikan?"
Sebab kita terlalu sibuk dengan pelanggan lain dan berbagai pekerjaan.

"Mengapa kita terlalu sibuk dengan pelanggan lain dan berbagai pekerjaan?"
Sebab kita tidak pernah mengira pelanggan menjadi begitu banyak dan pekerjaan menumpuk dalam waktu singkat.

"Mengapa sampai kita tidak bisa memproyeksikan hal ini?"
Sebab kita selalu sibuk mengejar penjualan.

"Mengapa penjualan kita menjadi sesuatu yang harus dikejar?"
Sebab kita butuh cash flow yang terjamin.

Oh begitu. Kita perlu berhemat lebih jauh lagi, agar cash flow tetap terjamin dan kita bisa menyisihkan sebagian darinya untuk membiayai karyawan kita mengikuti pelatihan "service excellence" bersama Pak Sopa, sehingga walaupun sibuk berjualan mereka tetap bisa melayani pelanggan dengan baik. Nanti saya minta beliau mengisi pelatihan di luar jam kerja. ;)

Teknik Apresiasi - "Terus kenapa kalo gitu...?"

Teknik ini biasa digunakan di dunia militer. Tujuannya adalah memperkaya informasi terkait dengan fakta-fakta masalah. Teknik ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan "Terus kenapa kalo gitu...?" secara bertubi-tubi.

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Ya...

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Ya... terus ...

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Terus...

"Terus kenapa kalo gitu...?"
Jadinya...

Pertanyaan yang bertubi-tubi dan diajukan dengan kepala dingin, akan membuat persoalan menjadi semakin jelas arah dan juntrungannya. Semakin pasti dampak dan akibatnya. Semakin kuat pengaruh dan perannya.

== CHUCK GALLOZZI ==
Personal Development Expert, Motivator.

Jika kita menghadapi masalah, sebenarnya kita sedang memiliki "sesuatu yang perlu berubah".

Langkah 1 - Menjawab Masalah

"Apa yang saya inginkan sekarang?"

Pertanyaan ini terdiri dari sub-sub pertanyaan;

"Apa yang saya ingin miliki?"
"Ingin menjadi manusia yang bagaimanakah saya ini?"
"Apa yang akan saya lakukan dalam posisi itu?"
"Apa yang saya akan bagi bersama orang lain?"

Menjawab pertanyaan ini adalah tentang tujuan, arah, orientasi, makna hidup, dan alasan keberadaan diri.

Langkah 2 - Merespon Masalah

"Apa yang menghalangi saya dari mendapatkannya?"
"Apa yang akan saya lakukan tentang itu?"

Menjawab pertanyaan yang pertama adalah sebuah pengakuan tentang keberadaan masalah. Tindak lanjut dari jawabannya adalah persiapan-persiapan. Menjawab pertanyaan berikutnya adalah memproduksi peta jalan (roadmap) dan rencana tindakan (action plan).

Langkah kedua ini adalah tahap pertama menuju solusi. Tahap pertama menuju solusi selalu merupakan tahap yang diwarnai dengan berbagai keragu-raguan. Ketahuilah bahwa fenomena ini adalah normal. Kuncinya adalah berani dan percaya diri.

Langkah 3 - Implementasi

Lakukan apa yang telah menjadi rencana tindakan.

Langkah 4 - Maintenance

Lakukan monitor untuk progres dan kemajuan, dan lakukan langkah perbaikan jika dipandang perlu.

Langkah 5 - Relapse

Kita mungkin tidak langsung berhasil. Maka yang perlu kita lakukan adalah mengulangi kembali langkah 1 sampai langkah 5. Lagi... lagi... dan lagi.

"Gagal hanya ada jika kita berhenti."

Semoga bermanfaat.

Junaedi

Sumber: Master Trainer E.D.A.N.
http://www.motivasi -komunikasi- leadership. co.cc
http://www.facebook .com/motivasi